Pages

Mengenai Saya

Foto saya
In life, more often we are not getting what we want. And when we get what we want, we finally know that what we want sometimes can not make our lives happier. When one door of happiness close, another door opened. But often we took so long at the closed door, so do not see another door opened for us. Forgiveness may be very hard to give to those who have hurt us. But only by giving us forgiveness alone will be able to treat the wounded heart.
Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 02 Januari 2011

Tembang Shalawat

ILIR-ILIR

Tembang ini sering dianggap sebagai tembang dolanan atau lagu yang dinyanyikan saat bermain-main oleh anak-anak Jogyakarta pada saat terang bulan. Tak elak tembang ini begitu tersohor dikalangan anak-anak hingga orang dewasa sekalipun.
Tak banyak yang menyadari bahwa ada makna mendalam terkandung dalam tembang sederhana ini. Sekalipun demikian tidak ada yang tau pasti siapa yang menciptakan tembang ini, karena tembang ini sudah ada semenjak ratusan tahun lalu.
Ada yang berpendapat penciptanya adalah salah seorang dari Wali Songo yang terkenal sebagai penyebar Islam di tanah Jawa. Dari kesembilan waliyullah itu ada dua orang yang disebut-sebut sebagai penciptanya, yaitu Sunan Ampel dan Sunan Kalijogo.
Singkat kata, bahwa dahulu kala kedekatan sunan Kalijogo dengan budaya jawa begitu kental, melalui tembang jawa inilah beliau mensyiarkan dakwah islamiyah di masa kerajaan Majapahit.
Berikut ini adalah penjabaran dari makna yang terkandung dari tembang ilir-ilir itu, baik berupa makna terjemahannya langsung, maupun makna sesungguhnya yang tersirat didalamnya.
ILIR-ILIR

Ilir-ilir, ilir-ilir, tandure (hu) wus sumilir.
- Bangunlah, bangunlah, tanamannya telah bersemi.
- Kanjeng sunan mengingatkan agar orang-orang Islam ditanah air tercinta ini segera bangun dan bergerak. Bangun dari kedzaliman, bangun dari kemusyrikan, dan bersegera bergerak pada ketauhidan dan keislaman yang haqiqi. Karena saatnya telah tiba, seperti halnya tanaman padi yang subur. Maka saatnya tanaman itu telah siap dipanen. Demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah jatuhnya kerajaan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar.
- Bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru.
- Hijau adalah warna alami, warna yang menyejukkan jutaan mata manusia maupun hewan. Sehingga keindahan inilah yang menggambarkan kebesaran Allah atas segala ciptaan-Nya. Hijau juga adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya. Dan sebagai misi dakwahnya sunan Kalijogo menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil’alamin.
Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi.
- Anak gembala, anak gembala, tolong panjatlah pohon belimbing itu.
- Yang disebut anak gembala disini ialah para pemimpin. Adapun arti belimbing adalah buah yang beraroma masam-manis lagi bersegi lima, yang mana merupakan symbol dari rukun Islam dan shalat lima waktu.
- Menjadi seorang pemimpin harus benar-benar sam’an wa to’atan (taat dan patuh) terhadap Allah dan rosul-rosul-Nya. Meskipun sulit dan berat menjalankan hidup ini, jadi para pemimpin ini diperintahkan untuk dapat memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar, yaitu menjalankan lima rukun Islam yang diantaranya shalat lima waktu.
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodot-iro.
- Biarpun licin, tetaplah memanjatnya, untuk mencuci kain selendangmu.
- Dodot adalah sejenis kain selendang kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada saat-saat penting. Dan buah belimbing pada zaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama merawat kain batik agar tetap terjaga dan awet.
- Sungguh, sunan mengajarkan bahwa seberat dan sesulit apapun bahtera hidup yang dijalani, hendaknya rasa ketauhidan (ke-Esaan Allah) dan rukun Islam ini benar-benar menjadi pakaian yang menghiasi lahir dan bathin, dan bukan sekedar melekat pada raga.
Dodot-iro, dodot-iro, kumitir bedah ing pinggir.
- Kain selendangmu, kain selendangmu telah rusak dan sobek.
- Saat itu kemerosotan aqidah dan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka (dikala majapahit berjaya adalah hindu), sehingga kehidupan beragama ini berdampak pada timbulnya kesesatan aqidah (syirik), kedzaliman, dan segala keterpurukan dalam hidup beragama dan bersosial, sebagaimana digambarkan seperti pakaian yang rusak dan sobek. Yang dituntut untuk merawat, menjaga dan memperbaikinya dengan perlahan-lahan.
Dondomono, jrumatono, kanggo sebo mengko sore.
- Jahitlah, tisiklah untuk menghadap (Tuhanmu) nanti sore.
- Sebo artinya menghadap yang berkuasa (Allah SWT), oleh karena itu disebut “paseban” yaitu tempat menghadap raja. Jahitlah berarti perbaikilah akhlakmu sebagaimana nabi Muhammad Saw diutus, dan tisiklah artinya jagalah keimananmu dan perbaguslah kehidupan beragamamu dengan menjalankan ajaran-ajaran Islam melalui setiap rosul-rosul-Nya. Oleh karenanya sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragama dan bersosial mereka yang telah rusak tadi, dengan cara menjalankan ajaran agama Islam tersebut secara benar, sebagai bekal kelak menghadap Allah sang Pencipta.
Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane.
- Selagi bulan purnama masih bersinar, selagi tempat masih luas dan lapang.
- Kata “mumpung” disyair tersebut bukanlah sebuah ajian-ajian/jimat yang dapat mengubah segala sesuatunya tanpa usaha.
- Sedangkan tempat yang dimaksud adalah dunia dan akherat yang terbentang luas hingga tidak dapat diukur oleh manusia. Syukurilah segala nikmat pemberian Tuhanmu, dan gunakanlah hidupmu dengan penuh amanah, maka perbaikilah selalu kehidupanmu.
- Selagi masih banyak waktu, selagi masih lapang kesempatan, selagi masih hidup di dunia yang singkat ini, selagi masih memiliki energi dan sinergi perbaikilah kehidupan beragamamu.
Yo surak,o, surak iyo..
- Ya, bersoraklah, berteriaklah IYA.
- Disaatnya nanti datang panggilan dari yang Maha Kuasa, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama dan bersosialisasi dengan baik dan benar akan kembali pada-Nya dengan jiwa yang muthmainnah (tenang) dan akan diberitakan padanya kabar yang baik, yaitu masuk kedalam surga yang abadi.

Demikianlah petuah dari sunan kalijogo melalui tembang yang telah ada lima abad yang lalu, yang sampai saat ini pun masih tetap terasa ketenangan, kehangatan, dan kerinduan akan ajaran dakwah Islamnya.
Sebagai inti dari tembang diatas kiranya kita dapat memetik mutiara hikmah dalam memperjuangkan agama Allah, menjalankan suritauladan rosul-rosul Allah dalam kehidupan beragama dan bersosial. Dan benar-benar menjadi khalifah Allah yang sepenuhnya taat dan patuh pada perintah dan larangan-Nya.
Wallahu a’lamu bish showab.